Beranda Pendidikan Menjadi Pendidik Inspiratif; Digugu dalam Ilmu, Ditiru dalam Perilaku

Menjadi Pendidik Inspiratif; Digugu dalam Ilmu, Ditiru dalam Perilaku

103
Oleh; Muhammad Fuad Mas'ud, Lc., M.H. (Pendidik dan Pemerhati Pendidikan Pesantren)

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter dan masa depan peserta didik. Tidak sekadar sebagai penyampai ilmu, seorang guru diharapkan mampu menjadi figur yang digugu (dipercaya) dalam keilmuan dan ditiru (dicontoh) dalam perilaku. Atas dasar itulah, menjadi pendidik inspiratif menuntut lebih dari sekadar kecakapan mengajar, tetapi juga menuntut keteladanan, integritas, serta keselarasan antara ucapan dan tindakan. Kehadiran guru yang mampu memberikan inspirasi melalui sikap, kebiasaan, dan nilai-nilai yang diterapkan sehari-hari akan meninggalkan jejak yang kuat dalam perjalanan hidup peserta didik. Oleh karena itu, pendidik harus benar-benar berilmu, berprilaku baik, dan terdepan dalam ibadahnya.

Diantara misi Rasulullah saw diutus ke dunia adalah untuk merahmati manusia melalui jalan ilmu. Ilmu merupakan anugrah dan salah satu nikmat paling agung yang bisa dirasakan oleh manusia yang dikarunia akal, kerena dengan ilmu, akal manusia akan berfungsi dengan baik dan sejalan dengan titah Allah swt. Perkara haq dan bathil bisa dideteksi dan dinilai oleh akal manusia yang berilmu, karena akal yang didasari ilmu bisa membangun konstruksi akidah manusia yang kuat, melahirkan etika beribdah kepada Khaliq yang sesuai aturan, dan mewujudkan akhlak yang kokoh.

Kata ilmu dalam bingkai ajaran agama islam bermakna instrument yang bisa mengantarkan manusia kepada kuatnya akidah, sahnya ibadah, dan kokohnya akhlak. Oleh karena itu, tafsir kata “al-ilmu” yang beimbuhan “al” dalam al quran, seperti firman Allah swt; يرفع الله اللذين آمنوا واللذين أوتوا العلم درجات dan hadist nabi Muhammad saw; طلب العلم فريضة على كل مسلم bermakna ilmu syariat, yaitu tauhid, fikih, dan akhlak. Ilmu tauhid memiliki fungsi menguatkan akidah muslim, ilmu fikih bertugas menentukan sah dan tidak sahnya ibadah seorang muslim, dan ilmu akhlak atau suluk berfungsi sebagai bangunan untuk mengokohkan etika muslim.

Ilmu agama merupakan instrument fundamental yang harus dimiliki oleh setiap muslim, khususnya seorang muslim yang memiliki peran dalam dunia pendidikan. Muslim yang konsen dalam menggeluti keilmuan non-agama wajib mendasari pijakan pengajarannya dengan nilai-nilai keagamaan, apalagi muslim yang terlibat langsung dalam pengajaran ilmu agama itu sendiri. Nilai-nilai kegamaan yang membangun kuatnya akidah, sahnya ibadah, dan kokohnya akhlak harus menjadi tanggung jawab moral seorang pendidik dalam mentransferkannya kepada peserta didik. Misalnya, guru mata pelajaran biologi, meskipun secara teknis mengajarkan pokok bahasan biologi, tetapi harus memiliki kesadaran individual dan peran keagmaan untuk menyampaikan pesan atau nilai moral keagamaan yang terkandung, baik secara tesurat atau secara tersirat.

Kesadaran agama dan peran dakwah harus tertanam dalam pribadi para pendidik dalam menyampaikan nilai-nilai akidah, ibadah, dan akhlak kepada para peserta didik, karena pendidikan tidak hanya berperan mengisi ruang-ruang akademik yang membangun pola dan cara berfikir manusia, tapi juga harus bisa menyampaikan nilai-nilai keagamaan ke dalam hati manusia. Jika hal tersebut sudah bisa dibangun dalam aktivitas pendidikan, maka akan terbentuk kesimbangan antara olah pikir dan olah hati dalam diri semua peserta didik. Olah pikir bisa melahirkan nilai kognitif yang baik, dan oleh hati akan melahirkan nilai psikomotorik yang berkarakter religius pada peserta didik. Dari sini juga, bisa diambil satu kesimpulan, bahwa peran pendidik bukan hanya sebagai penyuplai pengetahuan akademik kepada peserta didik, tapi juga sebagai penasihat, pengarah, dan pembimbing peserta didik dalam lingkup akidah, ibadah, dan akhlak.

Internalisasi nilai-nilai agama dan suluk dalam laku guru harus tumbuh, berkembang, dan terpatri dalam diri seorang pendidik, karena ketercapaian peserta didik dalam ilmu dan laku itu sejauh mana pendidik menanamkan nilai-nilai tersebut dalam dirinya. Ungkapan guru digugu dan ditiru merupakan bentuk perwujudan, bahwa guru harus berilmu kuat dan berlaku mapan untuk dirinya sendiri sebelum disampaikan kepada peserta didik. Oleh karena itu, seorang pendidik harus sangat butuh terhadap suntikan ilmu sebelum mengajarkan kepada orang lain, pendidik harus sangat butuh terhadap penguatan hati dan suluk sebelum menirukan untuk orang lain, dan pendidik harus bisa bersikap hati-hati dan terukur dalam ilmu, laku, dan ibadahnya sebelum tampil dihadapan para peserta didiknya.

Penguatan karakter guru dalam merawat ilmunya, meluruskan lakunya, dan menguatkan aspek ibadahnya harus menjadi rutinitas dan agenda rutin bagi mereka. Dalam hal ini, Imam Ibnu Jama’ah dalam kitabnya, tadzkirah al-sami’ wal mutakallim fi adab al-‘alim wa al-muta’allim menyebutkan beberapa langkah untuk menguatkan karakter guru terhadap pribadinya, diantaranya adalah; pertama, seorang guru harus mampu menjaga ilmu yang dimilikinya dan menanamkan nilai syukur atas ilmu yang dimilikinya sebagai sebuh kemulyaan yang sudah Allah beri. Jika nilai ini sudah tertanam dan terinternalisasikan dalam pribadi pendidik, maka seorang pendidik tidak akan pernah pergi ke satu tempat yang dianggap hina, karena bisa menghinakan ilmu yang dimilikinya

Karakter kedua, seorang guru harus selalu memiliki perasaan sedang diawasi oleh Allah sawt dalam situasi apapun, karena penguatan karakter seperti itu bisa melahirkan laku-laku baik, seperti ketenangan, kekhusuan, kewaroan, ketawaduan, dan ketundukan kepada Allah dari seorang guru. Ketiga, seorang guru harus komitmen dan konsisten dalam menjalankan semua perintah agama dan menjahui seluruh larangannya. Pendidik harus rajin melaksakan shalat berjamaah, terdepan dalam mengajak dalam kebaikan dan ibadah, serta memiliki rutinitas khusus untuk tuhannya, seperti berdzikir dan ibadah khususnya lainnya.

Ilmu, laku, dan ibadah merupakan tiga karakter yang harus melekat dan mandarah daging dalam diri pendidik, karena peserta didik akan melihat ilmu gurunya, akan menilai laku gurunya, dan akan mencontoh ibadah gurunya. Tiga karekter tersebut merupakan risalah guru yang Rasulullah saw contohkan dalam aktivitas sehari-harinya sebagai seorang guru bagi ummatnya, karena Rasulullah saw bersabda; “aku diutus hanya sebagai guru”. Guru merupakan profesi yang paling mulia ditas muka bumi ini, jika ilmu, laku, dan ibadahnya sesuai dengan tuntunan agama, serta keterikatan guru dengan risalah Rasulullah saw menjadikan guru masuk dalam bagian para pewaris nabi, maka berbahagia dan bersyukurlah jika anda seorang guru!. ***

www.youtube.com/@anas-aswaja


Eksplorasi konten lain dari aswajanews

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.