BREBES (Aswajanews.id) – Rabu 9 Nopember 2022, Ngaji Ihya bersama K.H. Subhan Ma’mun di Masjid Agung Brebes. Mengajak peserta ngaji untuk meneladani para ulama yang diceritakan oleh Imam Al-ghozali dalam kitab Ihya.
Ngaji kali ini juga menjadi jawaban pada diri penulis, akan pilihan hidup yang dijalaninya. Memilih yang membuat hati nyaman dan menjalaninya dengan bahagia.
Menurut K.H. Subhan Ma’mun menyitir dari penjelasan dalam Kitab Ihya yang dibacanya. Bahwa aktivitas membaca Al-Quran, bersholawat, ngaji dan kebiasan ibadah lainya yang rutin dilakukan saat kondisi badan sehat. Akan tetap mendapatkan paham, tat kala dalam kondisi sakit, tidak bisa melakukan aktifitas rutin seperti biasa. Oleh Allah Swt, pahala tetap terus mengalir sama seperti saat melakukan aktivitas ketika sehat. Sakitnya orang yang ahli ibadah, sama saja diberi pahala saat dalam kondisi sehat.
Kalimat di atas, menambah keyakinan pada diri penulis untuk memilih pilihan dalam hidup untuk terus mengaji dan mengaji (Belajar sepanjang hayat). Dan berusaha untuk memiliki dan memegang petunjuk guru sebagai modal kehidupan dunia dan menuju keselamatan Akhirat.
Penulis juga berharap kepada Allah Swt, mudah-mudah dari tulisan-tulisan yang penulis tuangkan dalam layar monitor ini, sebagai media pencerahan khususnya bagi diri penulis sendiri dan para pembaca budiman. Tulisan-tulisanya dapat menjadi nilai-nilai dakwa mengajak pada kebaikan dan meningkatkan ibadah kepada Allah Swt dan berharap dari tulisan ini pula menjadi nilai fahala di sisi Allah Swt. Aamiiin.
Kembali pada mentauladani kisah dari para ulama salafusholih yang diceritakan dalam kitab Ihya, sebagai potret ketauladanan bagi peserta Ngaji Karo Kang Kaji, untuk dapat menjadi contoh nyata dan dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdakwah ala Imam Ghozali dalam Ihya, menurut penulis mengajak para pembaca dengan contoh yang dilakukan oleh para ulama terdahulu. Penggunaan logika yang sangat luar biasa dan menyertakan dalilnya, menjadi satu kesatuan dalam menjelaskan kepada para pembacanya. Sehingga tema-tema yang disodorkan, sampai detik ini masih banyak ulama yang mengkajinya. Termasuk salas satunya ngaji Ihya bersama K.H. Subhan Ma’mun.
Adapun tokoh ulama yang dicontoh dalam ngaji kali ini adalah :
Pertama, profil Muhammad bin Wasir, Seorang ulama yang shalih dan memiliki pengikut yang banyak sekali. Beliau memiliki kebiasaan ketika makan roti dengan membuat sendiri. Dan tatkala membuat roti untuk makan sangat sederhana, dengan cara mencapur sedikit garam, air dan roti. Beliau sangat bahagia dan menerima apa yang ada dan dimilikinya. Hal ini menunjukan penerimaan akan takdir yang diberikan oleh Allah Swt.
Inilah salah satu contoh seorang figur ulama yang tidak mau merepotkan orang lain. Ketika lapar beliau membuat makan sendiri, dan tidak menyuruh orang lain.
Ketauladanan Muhammad bin Wasir yang perlu ditiru, diamalkan tidak hanya dibaca. Jadilah seperti orang yang selalu merasa cukup dengan apa yang diberi dan dari hasil usahanya sendiri. Walaupun dirinya merasa menjadi orang yang hebat maupun kaya.
Kedua, tokoh ulama Hasan Basri, beliau mengatakan, bahwa Allah Swt. akan melaknat suatu kaum, kalau kaum tersebut mengatakan dan menyakini apa-apa yang diberi itu bukan berasal dari Allah Swt. Padahal Allah Swt memberi segala rejeki kepada setiap makluk.
Semua makhluk yang ada di dunia saling dibutuhkan dan membutuhkan. Artinya semua ciptaan Allah Swt saling membutuhkan. Dan yang jelas sangat membutuhkan Allah Swt juga. Sebagai pemberi kesehatan, nikmat dan kehidupan.
Ketiga, Abu Darin, suatu hari beliau duduk dan ada sahabat-sahabatnya lewat kemudian suruh masuk dan menyuruh istrinya menyuguhkan minuman dan makanan untuk para tamunya.
Kemudian Istrinya Abu Darin, berkata apa engkau tidak tahu kita tidak punya apa-apa. Dan pantaskah menyuguhkan makanan ala kadarnya.
Abu Darin berkata, tidak semua orang bisa melewati perbukitan dan gunung di akhirat nanti kecuali yang enteng ibadahnya dan sedikit hartanya. Setelah mendengar apa yang disampaikannya, Maka istri Abu Darin memberikan apa yang ada, walaupun hanya sedikit makanan dan air minum.
Selain cerita tokoh ulama diatas. Pada ngaji kali ini (9/11/2022) dijelaskan pula tentang kondisi orang fakir yang tidak sabar maka akan mudah menjadi seorang yang kafir.
Padahal dalam hal ini, orang yang fakir sabar atas kefakirannya, lebih utama dibandingkan dengan orang kaya yang bersyukur.
Adapun sejelek-jeleknya manusia dalam hal ini adalah seorang kafir yang miskin. Sudah didunianya sengsara, akhiratnya akan lebih sengsara lagi.
Pada dasarnya manusia hidup akan melawati empat fase, menjadi orang kaya dan miskin. Memiliki badan sehat dan sakit. Fase-fase ini akan di lewati. Namun yang jelas saat mengalami fase tersebut, mengingatkan manusia untuk ingat kepada Allah Swt dan beribadah kepada-Nya.
Oleh karena itu, ketika mendapatkan nikmat banyaklah bersyukur dan beribadah. Adapun ketika musibah datang maka bersabarlah dan menerima takdir yang dijalaninya. Sehingga akan diberi fahala oleh Allah Swt.
Andai kata dunia dan seisinya milik manusia, tentu harta yang ada didunia bisa diambil dan menjadi milikinya. Padahal harta yang sebenarnya atau hakekatnya rejeki yang dimiliki manusia adalah apa yang dimakan saat itu.
Karena hati akan tenang ketika merasa cukup, walaupun hanya memiliki pakaian yang dipakai dibadan saja. Kalau merasa cukup pasti akan tenang. Hidup didunia sebatas menguatkan akan perjalan pada alam selanjutnya, dan apa yang dimiliki orang lain tidaklah layak dipikirkan, dan memiliki perasaan atau berfikir untuk memilikinya.
Marih bersikap rendah diri dan tawadhu, manaruh kedua kaki dan mengadahkan kedua tangan pada Allah Swt. Menerima segala keputusan Allah Swt untuk dijalaninya. Janganlah selalu mengharap akan pemberian orang lain. Teruslah istiqomah dalam beribada, Sholat dan dzikir. Agar selalu mendapat jalan petunjuk dari-Nya.
Di akhir catatan mengaji, K.H. Subhan Ma’mun mengatakan, yang namanya harta yang akan menjadi miliknya, adalah harta yang diinfakan dan disodakohan. Wallu’alam bishowab.
*Ngaji Karo Kang Kaji, Lukmanrandusanga, Kamis, 10 Nopember 2022.