Tadi malam penulis menyimak pidato Sambutan Kepala Kantor wilayah Kemenag Jawa Tengah, Dr H Musta’in Akhmad, SH, MH pada acara Penutupan Pekan Olahraga dan Seni antar Diniyah (PORSADIN) yang diselenggarakan di Kab Banjarnegara pada hari Sabtu 21 September 2024, tepatnya di gedung Aswaja NU. Upacara penutupan dihadiri oleh Sekda Banjarnegara, beberapa Kepala Kantor Kemenag wilayah Banyumas Raya (Banjarnegara, Wonosobo, Cilacap, Purbalingga, Banyumas) bersama Kasi PD Pontren.
Ada sesuatu yang sangat menarik bagi penulis tentang isi pidato yang disiarkan secara live oleh tim Humas Kemenag Banjarnegara. Pertama tentang Madrasah Diniyah Takmiliyah yang menjadi penyempurna dan pelengkap bagi peserta didik pada lembaga pendidikan formal. Pelengkap dan penyempurna (takmiliyah) menjadi sebuah kebutuhan bagi peserta didik yang mendapatkan pengetahuan agama di sekolah formal sangat minim. Maka kehadiran MDT menjadi model pembelajaran yang melengkapi peserta didik dengan tokus ilmu agama Islam. Melengkapi dan menyempurnakan sesungguhnya sangat penting, karena jam tatal muka mapel pengetahuan agama yang diajarkan di lembaga pendidikan formal tidak mencukupi. Sehingga secara pribadi sebagai orang Islam membutuhkan tambahan pembelajaran sebagaimana yang diselenggarakan oleh MDT.
Kedua, pergerakan “Budi Utomo” oleh para pejuang sebelum kemerdekaan pada tahun 1908 searah dengan tradisi Madin yang seluruhnya memberikan layanan pendidikan keagamaan Islam dan mengedepankan nilai-nilai akhlak. Sesungguhnya Budi Utomo adalah dilatarbelakangi oleh spirit keagamaan dan akhlakul karimah yang diperankan oleh para pendiri bangsa. Spirit agama dalam bentuk nilai nilai akhlakul karimah dan kebersamaan itulah yang menjadi kekuatan bangsa ini dalam meraih kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan saat sekarang ini.
Ketiga, ikhtiar mendidik dengan penuh kasih sayang menjadi amanat yang harus dilaksanakan oleh semua komunitas pendidikan, termasuk MDT. Peran orang tua dan guru sangat menentukan untuk membentuk kesuksesan peserta didik. Metode kekerasan dalam dunia pendidikan untuk generasi saat ini sudah tidak relevan. Oleh karena itu kedepan tidak boleh ada kekerasan di lingkungan pendidikan khususnya di bawah Kementerian Agama.
Terlepas dari faktor perbedaan makanan orang dulu dan anak anak sekarang, akan tetapi secara psikologis kekerasan baik verbal atau non verbal kepada peserta didik akan menghambat perkembangan mental anak anak. Metode pendidikan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW selalu mengedarkan kasih sayang, sebagaimana KH Said Aqil Siraj mengatakan, Islam agama Ramah bukan akan marah.
Keempat, memasuki Indonesia emas pada tahun 2045, maka hari ini seluruh santri MDT harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Mereka akan mengisi ruang ruang kepemimpnan kedepan baik dilingkungan birokrasi, korporasi dan lainnya. Ledakan penduduk atau yang disebut dengan bonus demografi akan berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi, sosial, politik dan budaya. Oleh karena itu generasi calon pemimpin masa depan harus disiapkan dengan penguatan pendidikan keagamaan di Madrasah Diniyah Takmiliyah.
Kelima, penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh guru Madin yang telah menyelenggarakan event kegiatan Porsadin. Lebih dari itu kegiatan sehari hari yang dilakukan oleh seluruh guru Madin dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan sabar,tekun dan ikhlas. Semangat belajar santri Diniyah akan menjadi modal untuk berprestasi dalam menghadapi masa depan. (*)