Kajian

Mata, Kemana Engkau Melihat

Kamis, 1 Ramadhan 1444 H/23 Maret 2023.  Mengaji bersama KH. Subhan Ma’mun di Pondok Pesantren Assalafiyah Luwungragi Bulakamba Brebes.

Mata menjadi materi pokok pembahasan pertama dan dasar terjadinya fitnah ketika seseorang melihat, baik disengaja maupun tidak.  Sebuah tema yang penulis tulis dalam untaian Ngaji Karo Kang Kaji.

Mengaji saat Ramadhan tiba, menjadi impian tersendiri bagi diri penulis. Bertemu banyak orang dalam berlomba-lomba mencari ilmu dan berkumpul dengan orang-orang shalih. Mereka datang dari berbagai pelesok kota dan desa. Ada yang menghadiri dengan berjalan kaki dan naik kendaraan.

Dalam jumlah ribuan, mereka ikut mengaji duduk dengan lesehan di aula Dalailul khairot dan halaman pondok serta dibantu pengeras suara untuk dapat mendengarkan apa yang disampaikan oleh KH. Subhan Ma’mun.

Mereka duduk ada yang cukup jauh dan ada di setiap arah mata angin. Utara, timur, selatan dan barat. Sehingga KH. Subhan Ma’mun menjadi sentral imformasi, pemberi pencerahan serta kenyamanan bagi siapa saja yang mendengarkannya. Disitulah salah satu manaaf pengeras suara untuk dapat menjangkau yang berada sedikit jauh dari tempat pengajian.

Kalau boleh penulis katakan disini, rasa bahagia itu sederhana. Bisa ngaji kumpul dengan teman-teman dan dapat ilmu. Ada tawa dan juga humor yang membuat suasana cair, tidak tegang. Mudah-mudahan saja ngaji ditahun ini tidak ada yang pulang kehujanan, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Walaupun pernah terjadi hujan tetapi saat pulang sudah reda. Sehingga para jamaah yang ikut mengaji tidak ada yang pulang kehujanan.

Berbeda dengan pengalaman penulis. ketika KH. Subhan Ma’mun mengatakan, insyaAllah saat pulang tidak kehujan. Alhamdulillah penulis pulang ke Randusanga dari luwungragi tidak kehujanan tetapi kecipretan dan pakaianyapun basah. Sehingga peristiwa ini penulis sampaikan kepada KH. Subhan Ma’mun dan beliau hanya tersenyum saja.

Kebiasaan dalam setiap tahun ada hujan, ternyata Sabtu (25/3/2023) para peserta pengajian setiap sore hari dibulan ramadhan sudah kedatangan hujan. Ternyata pirasat penulis terbukti.

Herannya bagi penulis, walaupun kondisi hujan lebat, jamaah tetap tenang mendengarkan apa yang disampaikan oleh KH. Subhan Ma’mun.  Dan hanya ada beberapa orang yang harus pindah ketempat yang tidak kehujanan dan tidak ramai.

Para jamaah ngajipun tetap saja pulang menunggu pengajian selesai. Karena dalam  pemikiran penulis dan jamaah lainya, saat ngobrol disela-sela mengaji, memiliki kenyakinan kalau sudah memasuki waktu selesai mengaji hujanpun akan reda. Hal inipun terbukti kembali. Selesai ngaji, selesai pula hujan pada waktu itu.

Kembali pada keberadaan suasana kondisi orang yang ikut mengaji. Semua peserta ngaji Ramadhanan dari setiap tahunnya tidak mengenal kelas. Ada yang tua dan belum tua. Ada para petani, buruh dan abdi negera.

Alhamdulillah bagi penulis sendiri ngaji Ramadhan di Pondok Pesantren Luwungragi menjadi forum pelepas rindu dan kangen. Karena dapat bertemu dengan mereka yang hanya setahun saat ngaji Ramadhan.  Sehinga saat pertama datang terfokus pada teman yang duduk bersama saat ngaji dulu. Menanyakan kabar dan aktivitasnya.

Maklumlah penulis dalam mengaji Ramadhan, biasa duduk di tempat khusus, yaitu gardu kaamanan pondok istilah keren orang kampung “Gardu Ronda.”

Tempat ini menjadi sejarah tersendiri bagi penulis dan sahabat-sahabat mengaji. Ada canda dan tawa saat datang dan mau pulang. Suasana seperti ini hadir kembali pada Ramadhan kali ini dan formasi masih sama. Alhamdulillah masih lengkap.

Mata

Ngaji pertama Bulan Ramadhan pada kitab Kifayatul Atqiyah melanjutkan ngaji dengan kitab yang sama pada Ramadhan tahun sebelumnya.  Seperti mengingatkan pada jamaah tentang panca indra yang bernama mata, agar hati-hati dalam menjalankan fungsinya.

KH Subhan Ma’mun mengatakan dan menyampaikan pada jamaah. Apapun yang namanya sakit, dipastikan semua orang tidak ada yang mau. Tetapi semua orang pasti pernah merasakan sakit dan sakit juga memiliki nama yang berbeda-beda.

Terus apa artinya “Lebih baik sakit mata dari pada sakit hati.”

Saat mata sakit, manusia bisa diajak dengan cara dituntut untuk dapat beribadah dan berjalan. Namun saat hati yang sakit mata tidak bisa menuntun untuk beribadah, bisa sabar dan ikhlas atas ketentuan yang Allah Swt berikan.

Mata banyak mengukir dan menitip pesan dalam hati. Oleh sebab itu Mata sebaiknya melihat yang membuat hati bahagia dan nyaman. Kalau mata melihat yang tidak baik akan membuat hati sakit.  Sehingga hati akan sulit untuk dapat mengobati mata dan anggota tubuh yang lainnya.

Pandangan mata dan kondisi hati memiliki waktu yang berbeda. Mata memiliki keterbatasan dan sifatnya hanya saat melihat saja. Berbeda dengan hati yang selesai dilihat mata, hati masih terus mewarnai kondisi psikologisnya seseorang.

Mata secara lebih dalam sepertinya memiliki iri dengan hati. Begitu pula sebaliknya.  Kalau keduanya tidak nyaman maka akan membuat ketidaknyamanan seluruh tubuh. Namun kalau keduanya dapat saling menjaga maka akan dapat menjadi obat pula.

Mata bisa melihat dari yang baik dan kurang baik. Mata bisa melihat dari sisi yang disukai dan suka membolak-balikan fakta yang dilihat, kadang membuat hati berbuat hasud, menginginkan nikmat yang dimiliki orang lain dan menghendaki nikmat tersebut berpindah kepada dirinya.  Sehingga kadang membuat menceritakan kejelekan orang lain untuk kepentingan dirinya sendiri.

Mata yang kita miliki bisa mewariskan susah dan merepotkan orang lain. Maka hati memiliki peran untuk menjaga mata dari pandangan yang membuat susah seluruh anggota badan.

Dari hati sehat bisa mengajak mulut berkata jujur  (tidak berdusta). Karena dengan dusta dan kebiasaan bersumpah akan membuat orang lain tidak percaya terhadap dirinya. Awal melihat salah akan salah pula pada pembicaraannya.

Era digital yang sumua orang bebas berpendapat, sehingga fitnah sulit bisa dibendung. Maka janganlah menjadi orang yang mudah percaya terhadap info yang kurang jelas dan bertanggungjawab, serta jangan taat pada orang yang suka menghina dan berjalan dengan membawa perpecahan.

Memecah belah atau memiliki wajah dua merupakan dosa besar dan menjadi sejelek-jeleknya manusia. Kecuali membawa misi perdamaian, wajah dua untuk menyatukan pasangan yang mau cerai.

Mari di bulan yang mulia ini, berkoreksi diri, jaga semua anggota tubuh dari hal yang kurang baik dan bertobat dengan banyak membaca istigfar

.أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْأَلُكَ الجَنَّةَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ

Wallu’alam bishowab