Garut (Aswajanews.id) – Paham Negara Islam Indonesia (NII) semakin merebak di Garut, masyarakat mengenalnya dengan sebutan Islam Bai’at (islam be’at logat sunda garut). Di antara anggotanya ada yang keluar karena merasakan banyak yang bertentangan dengan hati nurani mereka. Seorang mantan pengikut NII yang berinisial EK, menjelaskan penyimpangan ajaran NII yang pernah ia ikuti selama dua tahun setengah itu di hadapan FORKOMPIMDA Garut, dalam kegiatan Aksi Damai yang dilakukan oleh Aliansi Masyarakat Garut Anti Radikalisme dan Intoleran (ALMAGARI) di Gedung DPRD Garut (5/1).
EK merupakan mantan anggota NII yang berasal dari Kelurahan Kota Wetan Kecamatan Garut Kota. Ia menceritakan kisahnya masuk NII di hadapan FORKOPIMDA Garut. Ia pun beberapa kali diancam akan diculik dan dibunuh oleh kelompok NII.
Berawal masuk tahun 2012 dan keluar pada pertengahan tahun 2015, EK pernah menjabat sebagai Aqiq atau badan intelegen di NII. Namun semakin mendalami NII, kian banyak pula hal yang bertentangan dengan hati nuraninya.
Banyak hal yang sangat tidak sesuai dengan nilai-nilai dan ajaran Islam yang ia ikuti sebelumnya. Juga bertentangan dengan nilai-nilai bangsa Indonesia.
Pertama, menururt EK, siapapun ulama, ajengan, aceng, atau ustadz yang berilmu tinggi dan soleh, namun belum berbai’at kepada pimpinan NII, maka dalam pandangan mereka, ulama-ulama tersebut masih kafir.
Kedua, ketika yang masuk NII adalah suaminya, dan istrinya tidak masuk, maka ketika berhubungan suami istri, sama dengan berhubungan dengan binatang.
Ketiga, pemerintah Indonesia dianggap merupakan pemerintahan kafir atau thagut. Lembaga MUI sendiri dalam pandangan mereka dianggap sebagai Majelis Ulama Iblis.
Keempat, mencuri bagi mereka diperbolehkan kepada masyarakat di luar NII. Namun menurutnya, mereka juga tidak mau dihukumi agama islam.
Kelima, shalat lima waktu bagi NII tidak penting, yang paling penting bagi mereka adalah mendirikan negara Islam.
Keenam, pahala haji muslimin di dunia hanya mendapatkan pahala bertepuk tangan dan bersiul. Ketika ia menanyakan kepada pimpinan NII, jawabannya karena kaum muslimin seluruh dunia seharusnya melakukan musyawarah (pembentukan khilafah, red) yang hasilnya disampaikan kepada kaum muslim dinegaranya masing-masing.
Ketujuh, tidak wajib taat kepada ulama dan orang tua, karena mereka masih kafir. Yang wajib ditaati bagi mereka adalah pemimpin NII.
Kedelapan, semua anggota NII diwajibkan untuk berinfak, dan harus sebesar-besarnya karena untuk pembentukan NII. Pimpinan mereka tidak melihat kondisi anggotanya yang tidak mampu karena harus membayar infak yang memberatkan anggotanya.
Kesembilan, shalat Jum’at bagi anggota NII tidak wajib, karena menurut pandangan mereka negara ini bukan negara Islam.
Kesepuluh, bagi anggota NII yang melakukan dosa, mereka bisa menebusnya dengan Jauka atau dengan membayar denda.
Kesebelas, bagi yang sudah masuk NII, menurut pandangan mereka, sudah mendapatkan tiket untuk masuk surga. Bahkan beberapa pimpinan NII sudah mengaku sebagai Nabi. (Sumber : PWNU Jabar)