Salah satu ciri Kyai Kampung tidak terlibat dalam urusan politik praktis. Politik yang identik dengan pilihan baik ditingkat desa atau daerah (Pilkada) dan nasional (Pileg dan Pilpres) bagi Kyai Kampung tidak melibatkan diri baik sebagai jurkam atau mengkondisikan umatnya untuk memilih partai atau calon tertentu.
 Kyai Kampung menganggap bahwa politik bukan urusan dirinya tapi menjadi wilayahnya para politisi yang membidangi. Konsentrasi Kyai Kampung lebih fokus pada ngaji dan khidmat kepada umat dan ngemong (memelihara) keutuhan masyarakat.
Politik bagi Kyai Kampung beda dengan agama. Politik urusannya kepentingan sarat dengan kepentingan dunia sementara agama lebih menekankan kepada urusan akhirat. Dua hal yang diametral tidak bisa melebur dalam satu pergerakan.
Sementara menurut sebagian referensi Politik (siayasah) dan agama bagi dua sisi mata uang yang saling terkait. Tesis ini bagi Kyai kampung dengan keterbatasan wawasan dan referensi lebih memilih dogma bahwa politik itu kotor. Dogma tersebut mendarat daging, sehingga dimana pun tempatnya ada kata politik pasti harus menjauh. Stigma jelek disematkan pada tempat atau majlis yang membicarakan politik.
Namun ada juga Kyai Kampung yang sedikit sudah memahami politik dengan referensi dari kitab kuning bahwa ada siyasah mardliyah. Politik sebagai washilah untuk mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat. Sehingga tidak anti politik atau mengklaim politik itu penuh dengan kebohongan.Model Kyai Kampung ini sudah membuka diri dengan pemahaman politik. Hal ini terjadi setelah NU membidani lahirnya PKB dibawah komando Gus Dur. Banyak Kyai Kampung dengan segala daya dan upaya membesarkan dan mendukung partai yang didirikan oleh Kyai NU.
Bagi Kyai Kampung yang tidak melibatkan diri dalam arena politik dengan alasan Khithah NU yang mengembalikan NU kepada jati diri jam’iyah bukan lagi partai politik atau menggabungkan diri dengan salah satu partai. Komitmen kepada NU sangat kuat bahkan sudah merasakan pahit getirnya Ketika NU menjadi partai yang dilanjutkan dengan masa fusi partai.
Terlepas dari tafsir makna Khithah NU pada prinsipnya Kyai Kampung yang mayoritas pada barisan NU Kultural sangat kuat dengan tradisi ke NU annya. Sehingga seakan akan NU disebut sebagai agama seperti halnya orang Madura.
NU bagi Kyai Kampung sebagai pegangan yang akan menyelamatkan kehidupan dunia dan akhirat. Dengan ber NU,maka berarti ikut Kyai dan Ulama Pesantren yang kapasitas ilmunya dapat dipertanggungjawabkan dunia akhirat.
Sebagai Kyai Kampung merupakan bagian dari warga negara Indonesia yang memiliki hak berpolitik. Menggunakan hak politik dalam pemilu bagi Kyai Kampung sebagai washilah nasbul imamah yang secara hukum fardhu kifayah. Maka keterlibatan Kyai Kampung dalam menggunakan hak politiknya tentu tidak lepas dari kepentingan bangsa dan negara secara umum. ***
Eksplorasi konten lain dari aswajanews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.