
BREBES (Aswajanews.id) – Kemerdekaan bangsa Indonesia bukan hanya sekadar terbebas dari penjajahan kolonial, tetapi juga mengandung makna spiritual yang mendalam. Hal itu disampaikan Akhmad Sururi, alumni Pesantren Lirboyo, saat menyampaikan khutbah Jum’at di Masjid Ar-Raudhoh KPT Brebes, Jumat (15/8/2025).
Menurutnya, kemerdekaan yang diperjuangkan para pahlawan merupakan karunia besar dari Allah SWT yang harus disyukuri bersama. Namun, dalam konteks tasawuf, kemerdekaan tidak berhenti pada aspek fisik, melainkan juga menyangkut kebebasan jiwa dari belenggu penyakit hati.
“Kemerdekaan dalam tasawuf adalah mengusir penjajah hati, yakni sifat sombong, iri, dengki, dan hasud yang bisa menguasai diri kita. Imam Al-Ghazali menganalogikan hati seperti istana kerajaan, sehingga jangan sampai nafsu dan sifat-sifat iblis menjadi penguasanya,” ungkapnya.
Sururi menjelaskan, dalam tasawuf dikenal istilah hurriyah (kebebasan jiwa). Hal ini dapat diraih melalui mujahadah, yakni bersungguh-sungguh membersihkan hati dari penyakit spiritual dan mengisinya dengan dzikir. Ia mengutip Surat Al-Ankabut ayat 69, yang menegaskan bahwa Allah akan menunjukkan jalan-Nya bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh mencari ridha-Nya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa jihad memiliki tiga dimensi: jihad fisik, jihad pemikiran (ijtihad), dan jihad hati (mujahadah). “Dengan mengusir pikiran duniawiyah dan syaitaniyah dari hati, kita akan merasakan ketenangan dan ketentraman batin,” jelasnya.
Dalam khutbahnya, Sururi juga berpesan kepada para pejabat agar menjauhi sikap sombong dan egois, serta menanamkan nilai-nilai dzikir dalam menjalankan amanah. Sementara itu, rakyat diminta tetap patuh kepada pemerintah dalam bingkai kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Momentum peringatan kemerdekaan ini harus menjadi jalan menuju jiwa yang merdeka, terbebas dari godaan setan dan iblis yang menjauhkan kita dari Allah,” pungkasnya. (Red/Nas)
Eksplorasi konten lain dari aswajanews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.