Pendidikan

Kasus Guru Supriyani, DPR Akan Panggil Kapolri Listyo, Khawatir Guru Bisa Takut Tegur Murid

JAKARTA (Aswajanews.id) – Komisi III DPR RI bakal memanggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo guna mendiskusikan kasus dugaan penganiayaan yang menyandung guru honorer bernama Supriyani di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra).

Supriyani diduga menganiaya siswanya yang merupakan anak seorang polisi. Kasus yang mendapat sorotan luas itu kini dalam proses persidangan di PN Andoolo Konawe Selatan.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo

Kapolri Listyo dilaporkan akan dipanggil oleh Komisi III pada hari Senin (4/11/2024). Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Nasir Djamil, berujar pihaknya akan menyampaikan beberapa hal penting dalam rapat bersama Kapolri.

Nasir mengatakan, dalam kasus yang berkaitan dengan lembaga pendidikan, polisi seharusnya lebih berhati-hati saat menerima aduan.

Menurut dia, hal seperti itu justru bisa membuat para pendidik takut menegur ataupun menasihati muridnya.

Setelah kasus Supriyani viral dan disorot, memang muncul konten yang isinya guru enggan menegur siswanya kendati melakukan kesalahan. Nasir khawatir perubahan sikap guru bisa berpengaruh dalam dunia pendidikan.

“Kami akan sampaikan, kepolisian harus lebih hati-hati terkait pengaduan-pengaduan yang melibatkan institusi pendidikan,” kata Nasir dikutip dari Tribun Sultra yang mengutip tayangan YouTube Nusantara TV, Sabtu (2/11/2024).

Dia menyampaikan bahwa Komisi III tak akan diam saja sehubungan dengan kasus yang membelit Supriyani.

“Kita tidak menutup mata ada juga guru yang berlaku kasar saat menasihati atau menegur muridnya, tapi ini sedikit.”

Menurut dia, kasus Supriyani menarik. Pasalnya, kata Nasir Djamil, Supriyani sebagai guru seakan-akan tidak mendapat perlindungan. “Oleh karena itu polisi kan tugasnya melindungi. Perlindungan polisi harus hadir di dunia pendidikan,” katanya.

“Kalau tidak mendapatkan perlindungan terutama para guru, yang terjadi, guru kencing berdiri, murid akan kencing berlari,” imbuhnya.

Kata Nasir, dalam rapat dengan Kapolri, akan dibahas pula pendekatan restorative justice yang dilakukan kedua belah pihak, tetapi belum membuahkan hasil.

Dia meminta jika ke depannya ada kasus yang mirip dengan kasus Supriyani, terduga pelaku tidak langsung ditetapkan sebagai tersangka.

Lebih baik dilakukan pendekatan restorative justice dengan pemulihan kedua belah pihak.

Abdul Mu’ti akan menemui Kapolri

Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti akan berbicara dengan Kapolri Listyo untuk membahas kasus Supriyani.

Dia mengaku akan bertemu langsung dengan Kapolri dalam waktu dekat.

“Insyaallah dalam minggu-minggu ini kalau waktunya cocok kami akan bertemu silaturahim dengan Kapolri membicarakan persoalan-persoalan keterasan yang ada di dalam pelajar, dan juga persoalan yang berkaitan dengan lagi-lagi pembinaan karakter,” kata Abdul Mu’ti di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2024).

Kata Abdul, kasus kriminalisasi guru seperti ini bukan pertama kali terjadi. Dia menyebut perlu ada penyelesaian hingga ke tingkat hulu.

“Kasus yang seperti itu kan juga terjadi di tempat lain, karena itu kami ingin menyelesaikannya dari hulu,” ujarnya.

Dia ingin kasus seperti ini tidak terulang pada masa mendatang sehingga pihaknya berkomitmen mendorong kebijakan pusat, baik dari kebijakan hukum maupun pemerintahan, supaya lebih jelas.

Kata Abdul, diperlukan pula pendidikan karakter guna merespons kasus-kasus seperti yang dialami guru asal Konsel itu.

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2024).

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Salemba, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2024).

Banyak guru merasa takut

Ketua PGRI Sulawesi Tenggara Abdul Halim Momo mengatakan kasus menjerat Supriyani kini membuat banyak guru takut.

Dalam sebuah kasus yang baru-baru ini terjadi di Konawe Selatan, kata Abdul, sejumlah guru ragu melerai perkelahian antarmurid.

Alasannya mereka cemas bakal mendapat tuduhan tak berdasar terkait luka para murid akibat perkelahian tersebut.

“Situasi ini kan berbahaya. Ini bisa berimplikasi pada kualitas pendidikan,” ujarnya.

Untuk mencegah ketakutan meluas di antara guru, Abdul mendesak pemerintah dan DPR menyusun undang-undang tentang perlindungan guru.

Regulasi semacam itu, menurutnya, akan membuat status hukum yang seimbang antara guru dan murid.

Seperti Supriyani, kata Abdul, selama ini guru kerap dijerat undang-undang perlindungan anak. Padahal, merujuk data PGRI, tidak sedikit guru yang juga menjadi korban penganiayaan orang tua atau wali murid.

“Sudah terlalu banyak terjadi peristiwa di mana guru betul-betul dalam posisi tidak berdaya dan menjadi korban,” kata Abdul. (*)