KOTA BANDUNG (Aswajanews.id) – Pemda Provinsi Jawa Barat menargetkan Indeks Kualitas Air (IKA) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum akan menembus skor 60 poin pada Desember 2025. Hal itu dikatakan Sekretaris Daerah Provinsi Jabar Herman Suryatman saat meninjau kondisi Sub DAS Citepus di Kelurahan Cibadak, Kecamatan Astanyaanyar, Kota Bandung, Minggu (9/6/2024).
“Sekarang akan mengoptimalkan kembali yang sudah baik. Kita ketahui sebelumnya Citarum ini pada kisaran skor 30 poin (cemar berat), sekarang posisi terakhir ada di skor 50,78 poin (cemar ringan),” kata Herman.
Ia menjelaskan, saat ini yang menjadi titik fokus, yakni menghapuskan budaya masyarakat membuang sampah di aliran sungai serta mengedukasi untuk mengelola sampah dari rumah.
“Tentu bukan hanya struktural, tapi titik beratnya bagaimana kulturalnya (budaya), sejauh mana partisipasi masyarakat, RT, RW, kepala desa, camat, dan Forkopimcam bahu-membahu agar IKA Citarum menembus skor 60 poin,” ujarnya.
Herman merencanakan berkeliling ke seluruh cakupan DAS Citarum di 13 kabupaten/kota di Jabar untuk meninjau dan mendorong sekda kabupaten/kota ikut berpartipasi dalam upaya menaikkan skor IKA ke angka 60.
“Kita sasar mulai dari hulu, tengah sampai hilir, dan sektor ada 23. Saya kira sudah luar biasa bekerja, nanti akan adu manis dengan partisipasi masyarakat,” ucapnya.
“Kita akan gerakkan juga para sekda (kabupaten/kota) untuk bahu-membahu, memastikan dalam satu setengah tahun, Citarum ada perubahan lebih signifikan,” katanya.
Selain itu, Herman juga mengajak masyarakat untuk melakukan Zero Food Waste, masalah sampah rumah tangga (organik) dapat dikelola langsung dari rumah menggunakan maggot dan lubang biopori.
“Kita awali dari sana, tidak ada sampah makanan (organik) dibuang ke TPS. Sampah organik ini ditahan di rumah dan dikelola. Jika itu bisa dilakukan, beban sampah akan berkurang 40 persen,” jelas Herman.
“Biarkan sampah anorganik yang ada di TPS nanti akan berakhir di TPA Sarimukti (untuk dikelola),” ujarnya.
Herman menambahkan, sampah sisa makanan dapat dikelola dengan memanfaatkan maggot sebagai sarana pengurai sampah organik.
Ia berkomitmen akan mengaktifkan kembali di setiap kelurahan di Kota Bandung budi daya manggot dengan larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF).
Budi daya maggot metode BSF ini diupayakan agar dapat dikelola oleh RT dan RW dalam upaya pengelolaan sampah organik.
“Jika tetap ada sampah (organik), itu bisa dimanfaatkan untuk maggot. Jadi tiap kelurahan, kami sudah komitmen agar tempat maggot -nya jalan semua. Nanti melalui RT dan RW, makanan sisa bisa digeser ke maggot,” ungkapnya.
Herman menuturkan, kesadaran masyarakat terkait pengolaan sampah menjadi yang utama. Ia menyebut, edukasi masyarakat menjadi prioritas.
“Tentu yang pertama perlu sadar dulu, harus diedukasi tidak ada sampah makanan. Jika ada sisa itu dikelola dengan baik dan berakhir di maggot, ini masalah perilaku,” tutupnya. (*)