BANDUNG (Aswajanews.id) – Ida Yanti, warga Ciparay, Kabupaten Bandung, melaporkan Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Gojali ke pihak kepolisian atas dugaan kekerasan fisik dan verbal terhadap anaknya. Kasus ini mencuri perhatian publik dan memunculkan kekhawatiran terkait keamanan siswa di lingkungan sekolah.
Menurut Ida, anaknya mengaku kerap mendapat hukuman fisik berlebihan serta ucapan merendahkan dari kepala sekolah. “Anak saya bilang sering dihukum dan diperlakukan kasar. Sebagai orang tua, saya tidak bisa diam,” ungkap Ida usai mengikuti sidang kedua di Pengadilan Negeri Bandung, Kamis (14/8).
Ida mengaku telah mengumpulkan bukti dan keterangan saksi sebelum memutuskan membawa kasus ini ke jalur hukum. Ia menegaskan tujuannya adalah melindungi anaknya sekaligus mencegah kejadian serupa menimpa siswa lain. Namun, pada sidang kedua, Ida tidak didampingi kuasa hukum. Ia sempat meminta pendampingan ke kejaksaan, namun jaksa menyampaikan sidang dapat berjalan tanpa pengacara.
“Saya butuh pendamping hukum yang benar. Saya tidak tenang kalau sendiri,” tuturnya.
Situasi ini semakin membebani Ida dan anaknya yang disebut masih mengalami trauma dan memerlukan bantuan psikolog. “Sekolah seharusnya jadi tempat yang nyaman, bukan menakutkan,” ucapnya.
Dukungan mengalir dari orang tua siswa dan masyarakat sekitar. Siti Rahma, salah satu wali murid MI Al-Gojali, menegaskan bahwa kekerasan tidak bisa dibenarkan.
“Kita titipkan anak ke sekolah untuk belajar, bukan untuk disakiti. Kami mendukung Bu Ida mencari keadilan,” katanya.
Di media sosial, tagar #PerlindunganAnak dan #KeadilanUntukAnak ramai digunakan sebagai bentuk solidaritas. Warganet mendesak aparat penegak hukum bertindak tegas dan memastikan sekolah bebas dari kekerasan.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan dan penerapan kebijakan anti-kekerasan di sekolah. Banyak pihak berharap guru dan tenaga pendidik mendapat pelatihan etika serta keterampilan menangani siswa secara manusiawi.
Meski proses hukum belum tuntas, Ida menegaskan tekadnya memperjuangkan hak anak. “Saya ingin kasus ini jadi pelajaran. Jangan ada lagi anak takut datang ke sekolah karena perlakuan buruk dari orang dewasa,” ujarnya.
Perjuangan Ida Yanti kini menjadi simbol aspirasi para orang tua yang menginginkan sistem pendidikan di Indonesia lebih aman, ramah anak, dan bebas dari kekerasan. Publik menanti langkah tegas dari pihak berwenang. (Nas/Red)
Eksplorasi konten lain dari aswajanews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.