Full day school atau sekolah lima hari kemnali meramaikan jagat pendidikan di Jawa Tengah. Diskusi, audiensi bahkan demontrasi menolak kebijakan full day school terjadi di beberapa daerah. Meskipun belum secara massif seluruh daerah Kab/ Kota namun kebijakan ini sangat kontra produktif dan menimbulkan gejolak ditengah tengah masyarakat khususnya untuk komunitas pendidiakn MDT dan TPQ.
Secara khusus full day school tentu akan sangat berpengaruh dengan pendidikan keagamaan (MDT dan TPQ) yang dilaksanakan sore hari. Inilah yang menjadi kegelisahan seluruh komunitas guru Madin dan TPQ. Kegelisahan tersebut sebenarnya sudah ditumpahkan dengan diskusi, auidiensi bahkan demonstrasi. Â Setahun yang lalu demontrasi besar terjadi di Simpang Lima Semarang yang disponsori oleh PWNU dan beberapa ormas lainya, termasuk FKDT Jawa Tengah. Â Akan tetapi hari ini kebijakan lima hari sekali muncul kembali di beberapa daerah Kab/Kota di Jawa Tengah.
Sebagai orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan MDT, Penulis terpanggil untuk berusaha agar MDT tetap eksis dengan kegiatan pembelajaran di sore hari. Hal ini sangat penting mengingat MDT dan TPQ sebenarnya menjadi bagian dari system pendidikan nasional yang harus berjaalan seiring dalan tarikan nafas pendidkan karakter. Searah dengan hal tersebt, tentu MDT dan TPQ mendidikn generas bangsa menuju Indonesia emas.
Salah satu alasan yang mendasari munculnya lima hari sekolah antara lain alasan yuridis terkait dengan lima hari kerja untuk PNS. Alasan ini sesungguhnya tidak berpihak kepada kepentingan masa depan Pendidikan bangsa. Bagi PNS yang menjabat sebagai guru merasa iri dengan PNS di kantor dengan lima hari kerja. Sikap ini yang mendorong agar lima hari tetap diberlakukan tanpa pernah berfikir akibat masa depan Pendidikan agama untuk generasi bangsa.
Sesungguhnya pendidiakn agama sangat penting untuk menanamkan ajaran pengetahuan serta internalisasi pemamahan keagamaan yang moderat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lebih dari itu hadir Pendidikan agama Islam menjadi pondasi moral atau akhlak mulia yang sangat bermanffat untuk masa depan anak anak. Munculnya beberpa kasuu tawuran pelajar dan tindakan kriminalitas lainya penyebab terbesar karena lemahnya mentalitas keagamaan yang dimiliki oleh mereka.
Minimnya pendidikan agama akan berakibat dangkalnya aqidah atau keyakinan dalam beragama. Hal ini tentu akan menjadi bahaya yang akan mengancam masa depan generasi bangsa. Kedangkalan aqidah tentu akan berpengaruh terhadap sikap dalam beraagam. Oleh karena itui muculnya kebijakn lima hari sekolah sangat diharpkaj tidak menggeser peran Pendidikan keagaman yang daoat memperkuat keyakinan dalam beragama. Kita harus menyadari sebagai umat beragama untuk menanamkan nilai nilai agama melalui pendidikan formal dan non formal keagamaan.
Hadirnya pendidkan non formal keagamaan (MDT dan TPQ) sesungguhnya menjadi penguat dan pelengkap disaat anak anak mendapatkan pengetahuan agama Islam di lembaga pendidik formal dengan keterbatasan jam tatap muka. Sebagai penguat pemahaman keagamaan MDT tidak boleh sirna dibumi nusantara ini. Hal tersebut mengingat agama menjadi pondasi moral dan keyakinan kepada Sang Pencipta. Praktek keagamaan dalam wujud kebiasaan beribadah juga menjadi salah satu dari tujuh kebiasaan menuju anak hebat Indonesia emas. Â Untuk mewujudkan kebiasan beribadah tudak cukup hanya sekolah fomal dengan keterbatasan mata pelajaran. Akan tetapi dibutuhkan sinergi dengan lembaga lainnya termasuk MDT (Madrasah Dinyah Takmiliayh) untuk bersama mengawal program tersebut.
Oleh karena itu program lima hari sekolah perlu dikaji lebih lanjut searah dengan kebijakan Kemendikbut dengan tujuh kebiasaan anak Indonesai hebat. Kajian diskusi lokal akan menjadi warna kebijakan pemerintah daerah dengan tetap mempertimbangan asas maslahat penyelamatan dan penguatan keyakinan dalam beragama sebagai pondasi dalam kehiduoan berbangas dan bernergara. (*)
Eksplorasi konten lain dari aswajanews
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.