Beranda Aktual BPKP Kecam Penunjukan Kembali Pejabat Pensiun sebagai Plt Dirut Perumda Tirtawening, Dinilai...

BPKP Kecam Penunjukan Kembali Pejabat Pensiun sebagai Plt Dirut Perumda Tirtawening, Dinilai Langgar Aturan BUMD

112
A. Tarmidzi
BANDUNG (Aswajanews.id) – Badan Pemantau Kebijakan Publik (BPKP) melalui Ketua Umumnya, A. Tarmizi, menyampaikan penolakan keras terhadap rencana atau keputusan penunjukan kembali seorang pejabat yang telah memasuki usia pensiun untuk menjabat sebagai Pelaksana Tugas (PLT) Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirtawening.

Menurut BPKP, langkah tersebut diduga kuat menyalahi ketentuan hukum dan prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance/GCG) yang wajib diterapkan pada setiap Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

A. Tarmizi menegaskan bahwa penunjukan figur pensiunan sebagai PLT Dirut bukan hanya berpotensi melanggar regulasi, tetapi juga menciptakan preseden buruk dalam manajemen BUMD. Pasalnya, jabatan direksi memiliki batas usia maksimal yang tidak dapat dinegosiasikan.

Berdasarkan kajian hukum BPKP yang merujuk pada UU Nomor 23 Tahun 2024 Pasal 33, PP Nomor 54 Tahun 2017, serta Permendagri Nomor 37 Tahun 2018, terdapat sedikitnya dua pelanggaran krusial yang disorot:

1. Potensi Pelanggaran Batas Usia Jabatan Direksi

Peraturan Pemerintah 54/2017 dan Permendagri 37/2018 Pasal 50 Ayat (1) huruf i menegaskan bahwa calon direksi BUMD harus berusia maksimal 55 tahun saat pertama kali mendaftar.
Menurut Tarmizi, meskipun PLT bersifat sementara, posisinya menjalankan fungsi direktur utama secara penuh.

“Jika seseorang sudah pensiun, ia otomatis melampaui batas usia jabatan direksi. Mengangkatnya sebagai PLT sama saja mengabaikan semangat regenerasi dan syarat kompetensi yang diatur oleh regulasi,” ujarnya.

2. Ketidaktepatan Status Kepegawaian PLT

Direksi BUMD mensyaratkan status aktif serta kapasitas kinerja yang prima. BPKP menilai, seorang yang telah pensiun tidak lagi memenuhi kriteria sebagai pejabat aktif, baik dari aspek administratif maupun legal.

Idealnya, kata Tarmizi, PLT harus diambil dari pejabat internal yang masih aktif, memenuhi syarat, dan mampu menjamin keberlanjutan operasional sementara.

“Masa jabatan PLT itu hanya solusi darurat administratif, bukan ruang untuk kembali mengangkat mantan pejabat yang sudah pensiun,” tegasnya.

Desakan Pembatalan Penunjukan

BPKP mendesak Kepala Daerah selaku Kuasa Pemilik Modal (KPM) untuk segera mengevaluasi ulang dan membatalkan rencana penunjukan tersebut. Menurut lembaga itu, keputusan tersebut sangat rentan menimbulkan maladministrasi dan merusak citra tata kelola aset daerah.

“Jika penunjukan ini tetap dilanjutkan, kami tidak segan membawa dugaan penyalahgunaan wewenang ini ke ranah hukum yang lebih tinggi,” tutup A. Tarmizi.

(Red)


Eksplorasi konten lain dari aswajanews

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.