BANDUNG (Aswajanews.id) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Barat mengawasi implementasi draf peraturan baru Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait teknis penghitungan 30 persen bakal calon anggota legislatif (caleg) perempuan di satu daerah pemilihan (dapil) di provinsi tersebut.
“Jadi, untuk keterwakilan perempuan, sesuai dengan peraturan di PKPU, karena ada pembulatan ke bawah, hampir semua sudah; tapi dengan keputusan baru pembulatan ke atas, maka ada sejumlah partai politik yang harus merevisi syarat keterpenuhan harus 30 persen,” kata Ketua Bawaslu Jawa Barat Abdullah di Bandung, Jawa Barat, Jumat (12/5/2023).
Proses pendaftaran bakal caleg DPRD Provinsi Jawa Barat sudah dimulai sejak 1 Mei 2023 dan akan ditutup pada Minggu (14/5) di Kantor KPU Provinsi Jawa Barat.
Oleh karena itu, lanjut Abdullah, terdapat beberapa aspek yang tidak akan luput dalam pengawasan Bawaslu pada proses pendaftaran tersebut, salah satunya fokus pada berkas bakal caleg dari partai politik.
“Selanjutnya, kami mengidentifikasikan autentikasi dokumen calon atau keabsahannya,” tambahnya.
Pada pemeriksaan tersebut, lanjutnya, akan diketahui apakah ada atau tidak bakal caleg yang menggunakan ijazah palsu dan lain sebagainya.
Menurut Abdullah, hitungan KPU ada wilayah dapil yang harus merevisi syarat keterwakilan perempuan karena belum sesuai dengan ambang batas 30 persen pembulatan ke atas. Apabila syarat tersebut belum terpenuhi, maka akan diberikan ruang perbaikan untuk parpol melengkapi syarat 30 persen tersebut.
“Tentunya, ini akan menjadi pengawasan prioritas kami, khususnya keterwakilan 30 persen. Syarat-syarat di setiap dapil, kalau itu sudah terpenuhi, maka bisa mengusulkan bakal calon,” jelasnya. Hal lain yang menjadi fokus pengawasan Bawaslu ialah mengenai bakal calon yang merupakan mantan narapidana. Bakal caleg mantan narapidana berhak mencalonkan diri, namun harus mendeklarasikan bahwa pernah terhukum dan pendaftarannya dilakukan setelah lima tahun dinyatakan bebas.
“Kemudian, aspek-aspek khusus yang ada dalam undang-undang maupun PKPU misal terpidana yang diancam hukuman lima tahun juga terpidana korupsi ini penting. Kami lihat soal keabsahan persyaratan mereka jika ada bakal calon yang punya background semacam itu,” kata Abdullah.
Mantan narapidana yang menjalani hukuman lima tahun atau lebih berdasarkan putusan MK boleh mencalonkan diri setelah lima tahun dinyatakan bebas.
“Dan mereka, kalau pun terpidana, harus declare, menyatakan, mereka pernah mendapatkan putusan pidana. Serta kalau pun akan maju lagi, maka atas dasar putusan MK ada peraturan,” tambahnya.
Dia juga berharap dalam proses identifikasi kelengkapan persyaratan pencalonan bakal caleg DPRD dan DPD di KPU Jawa Barat lebih terbuka soal akses dokumen.
“Proses identifikasi berkas itu setelah pendaftaran ditutup pada 14 Mei. Setelah itu, kami mulai mengidentifikasi berkas-berkas tersebut untuk diketahui terkait keabsahan dokumen, keterwakilan perempuan, dan ada tidaknya bakal calon yang telah menjalani masa hukuman lima tahun,” ujar Abdullah. (*)