JAKARTA (Aswajanews.id) – Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 demi melaksanakan Undang-undang Cipta Kerja yang ditetapkan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi.
Perpu Ciptaker itu pun telah memuat berbagai peraturan yang telah dibahas dalam undang-undang sebelumnya, termasuk ihwal pesangon bagi para pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kendati begitu, terlihat tidak ada perubahan ketentuan bila dibandingkan UU Ciptaker. Urusan pesangon ini diatur Perpu itu dalam Pasal 156 ayat 1. Ketentuan besaran uang pesangonnya ditetapkan pada ayat 2 pasal itu, sedangkan pada ayat 3 nya membahas tentang besaran uang penghargaan masa kerja yang juga bisa diberikan ke pekerja yang terkena PHK.
“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima,” dikutip dari Perpu Ciptaker, Minggu (1/1/2023).
Pekerja yang terkena PHK paling sedikit mendapatkan 1 bulan upah, yaitu berupa pesangon untuk mereka yang masa kerjanya kurang dari 1 tahun.
Hak paling besar bisa didapatkan oleh pekerja yang sudah 24 tahun bekerja yaitu berupa pesangon 9 bulan gaji bagi mereka dengan masa kerja 8 tahun atau lebih dan penghargaan 10 bulan gaji untuk mereka dengan masa kerja 24 tahun atau lebih.
Untuk besaran uang pesangon, masih sama dengan yang tertera dalam UU Cipta Kerja, yaitu:
masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
Sedangkan uang penghargaan masa kerja ditetapkan sebagai berikut:
masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.
Sedangkan uang penggantian hak yang seharusnya diterima meliputi: cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur; biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat pekerja/buruh diterima bekerja; hal-haI lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah,” tulis Perpu itu.
Perlu diingat juga, dalam Pasal 157 ayat 1 perpu itu ditetapkan pula komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap yang diberikan kepada pekerja/ buruh dan keluarganya. ***