Waktu itu Rabu, 30 Desember 2020, Pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD telah resmi melarang kegiatan yang mengatasnamakan beberapa organisasi kemasyarakatan (ormas). Siapa saja itu?
Front Pembela Islam (FPI), Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Majelis Mujahiddin Indonesia (MII), Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), dan Aliansi Nasional Anti Syiah (Annas). Itulah ormas-ormas yang menurut laporan Liputan6.com per 1 Januari 2021, “Dibubarkan pemerintah… karena tak sesuai dengan UUD 1945 atau pun Pancasila.”
Tapi mengapa Walikota Bandung baru-baru ini malah meresmikan Gedung Dakwah Annas, ormas yang sudah dibubarkan Pemerintah Pusat itu? Mengapa? Apa maksudnya?
Mengapa terjadi ketidak-sinkronan antara kebijakan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam soal Polhukam (politik hukum dan kemananan) ini? Bagaimana bisa Pemda mbalelo terhadap kebijakan Pemerintah Pusat? Padahal ini soal yang sangat prinsipil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ini jelas memprihatinkan, tertib birokrasi negara berantakan. Tapi selain dari soal peresmian Gedung dari ormas yang sudah dibubarkan Pemerintah Pusat, fenomena ini jelas bertentangan dengan semangat toleransi dalam kehidupan bangsa dan bernegara.
Kebebasan dalam berkeyakinan (atau beragama) di Indonesia itu dijamin oleh Undang Undang Dasar. Ini soal tegaknya konstitusi. Tak bisa dan tak boleh ada pemaksaan dalam bentuk apa pun. Ini juga soal keyakinan pribadi seseorang secara vertikal. Tak perlu diurus-urus (apa lagi dihalang-halangi) oleh pihak lain.
Bagaimana bisa di Indonesia yang plural ini bisa terjadi hal memalukan seperti ini?
Apa yang bakal terjadi, misalnya saja, kalau ada Pemerintah Daerah lainnya yang ikut-ikutan meresmikan Gedung Dakwah Anti Wahabi, Gedung Misi Anti Katolik, Gedung Ajaran Anti Yahudi, Gedung Khotbah Anti Islam, dan seterusnya, dan sebagainya. Liar dan keluar dari jalur peradaban kehidupan berbangsa yang katanya berbudaya tinggi ini?
Kacau balau bukan? Maka kiranya Pemkot Bandung perlu segera mengoreksi diri. Pemerintah Pusat (Kemendagri?) mesti bertindak cepat meluruskan hal-hal bengkok yang dilakukan pemerintah daerah. Otonomi daerah itu bukan berarti bisa berbuat seenak jidat melenceng dari kebijakan pemerintah pusat bukan?
Semoga bisa segera tertib kembali dan suasa damai terbit kembali. Kita ingat kata-kata indah ini, “Bumi Pasundan Lahir Ketika Tuhan Sedang Tersenyum” – M.A.W. Brouwer, OFM.
Beliau eeorang pastor Katolik yang sangat mencintai Bandung.
Akhirnya kita sampaikan pesan dari leluhur tanah Pasundan, “Kudu nyanghulu ka hukum, nunjang ka nagara, mupakat ka balaréa.”
Harus mengacu kepada hukum, menjunjung negara dan mufakat untuk kebaikan bersama. (*)