Kajian

Ilmu Yang Menempatkan Pemiliknya Menjadi Mulia

Ramadhan mengaji dengan KH. Subhan Ma’mun, ada dua kitab yang dikaji. Pertama Kifayatul Atqiyah dan yang kedua Ihya Ulumuddin.

Jumat (24/3/2023) dihari kedua Ramadhan 1444 H.  Dalam mengaji ihya masih membahas tentang dalil aqlinya kemulyaan ilmu, yang melanjutkan pada pertemuan ngaji pertama.

Para pemilik ilmu adalah orang yang memiliki istimewa dan keistimewaan tersebut menempel pada dirinya. Bukan pada baju ataupun aksesoris yang dipakainya. Ilmu yang dimilikinyalah yang membuat dirinya mulia. Berbahagilah orang yang dikaruniai memiliki ilmu.

Sebagaimana perbandingan saja, hewan keledai dengan kuda lebih kuat dan cepat serta fungsi lebih besar mana?, tentu banyak yang menilai kuda. Walaupun keledai dipakaikan pelana maupun hiasan lain untuk muatan barang atau lainnya yang diikatkan ke punggungnya.

Sama halnya orang bodoh naik mobil mewah maka akan disambut dengan biasa saja.  Baik dalam kalangan santri maupun masyarakat. Sedangkan orang yang berilmu ketika kendaraan yang naiki mobil biasa tidak mahal dan sederhana, sampai naik kendaraan becak. Maka tetap akan disambut dan dimuliakan. Dimuliakan bukan pada kendaraannya tetapi esinsi ilmu yang menempel pada dirinya.

Namun bayak orang masih ada yang terkecoh ketika menyambut tamu yang datang kerumahnyan, hanya dilihat dari kendaraan yang digunakannya. Padahal ia tidak tahu kendaraan tersebut memilik sendiri, dapat pinjam atau sewa.

Janganlah mengejar kemulyaan atau dimulyakan dengan pakaian dan kendaraan yang dipakai, karena hal itu sifatnya sementara. Kejarlah kemulyaan dengan ilmu yang akan menjadi petunjuk dan penyelamat didunia dan akhiratnya.

Kalau dilihat dari harga binatang yang dicontohkan diatas lebih mahal mana? tentu kuda bukan.  Karena memang kuda secara fungsi memiliki kelebihan yang menempal pada dirinya. Bukai karena perhiasan dan pelananya kan. Inilah harga mahal kelebihan yang tidak bisa ditukar dengan yang lainnya.

Begitu juga mahalnya makanan, bukan terletak pada kemasan yang kadang menipu, tetapi rasa yang membuat orang ketagihan dan lisanya yang tergoda sampai menjadi klangenan tersendiri.

Bentuk dan warna boleh menggoda namun ujungnya. Rasalah yang menjadi pemenangnya. Kemanapun keberadaan orang berilmu akan selalu dimulyakan dan dikerubuti serta dicari oleh orang banyak.

Diakhir catatan sederhana dan sesingkat ini, mudah-mudah kita termasuk menjadi orang yang dengan ilmu sedikit yang dimiliki, lisan yang berusaha terjaga, taat  berpuasa yang telah ditetapkan oleh Allah Swt dan mulut yang berdzikir ditunggu oleh surga sebagai tempat tinggal yang abadi.  Aamiiin.

(Lukmanrandusanga)